Disusun Oleh
RIFKI ULUL ALBAB (19414361)
MUHAMMAD YUSUF (17414594)
PRATOMO NUGROHO (18414497)
LANDO JOKO SANTOSO MARPAU (15414976)
RICHARD ALFREDO RANTO L (19414243)
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan permasalah yang paling susah diatasi
diseluruh dunia, terutama di Negara kita, bangsa Indonesia telah mempunyai
perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan
perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya
pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus
menjadi masalah yang berkepanjangan. Pada dasarnya ada dua faktor penting yang
dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung
berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu,
antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial
(JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan
kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan
dapat menimbulkan ketergantungan.
Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan
nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan
fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini
tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di
Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat
berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk
ekonomi yang berlaku secara lokal. Bisa saja terjadi bahwa angka-angka
kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa
membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota).
Mengenai keterbelangan khususnya dalam bidan ilmu
pengetahuan dan tehnologi masyarakat indonesia belum seberapa kalau
dibandingkan dengan negara-negara lain, misalnya Jepang, Cina, Korea, dll.
Penduduk indonesia terutama didaerah pelosok/pedesaan masih minim tentang ilmu
pengetahuan maupun tehnologi,
dalam hal ini “Haruskah Kita diam dengan kenyataan tersebut
???” menurut saya pemerintah harus berupaya meningkatkan pendidikan diberbagai
daerah karena pendidikan merupakan salah satu pendorong untuk mengurangi
kemiskinan, jikalau anak-anak bangsa indonesia maju akan pendidikan berarti
dapat mengimbangi negara lain, kita tidak perlu lagi memerluka tenaga kerja
yang propesional dari negara yang lain,tetapi kita dapat memamfaatkan
pemuda-pemudi indonesia yang memiliki skill dan pengetahuan.
PEMBAHASAN
Secara sosiologis, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan
ditentukan oleh tiga faktor; yakni kesadaran manusia, struktur yang menindas,
dan fungsi struktur yang tidak berjalan semestinya. Dalam konteks kesadaran,
kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan biasanya merujuk pada kesadaran
fatalistik dan menyerah pada “takdir”. Suatu kondisi diyakini sebagai pemberian
Tuhan yang harus diterima, dan perubahan atas nasib yang dialaminya hanya
mungkin dilakukan oleh Tuhan. Tak ada usaha manusia yang bisa mengubah nasib
seseorang, jika Tuhan tak berkehendak. Kesadaran fatalistik bersifat pasif dan
pasrah serta mengabaikan kerja keras.
Kesadaran ini tampaknya dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga
kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan diterima sebagai takdir yang tak bisa
ditolak. Bahkan, penerimaan terhadap kondisi itu merupakan bagian dari ketaatan
beragama dan diyakini sebagai kehendak Tuhan.
Kesadaran keberagamaan yang fatalistik itu perlu dikaji ulang. Pasalnya, sulit
dipahami jika manusia tidak diberi kebebasan untuk berpikir dan bekerja keras.
Kesadaran fatalistik akan mengurung kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi.
Sementara sebagai khalifah, manusia dituntut untuk menerapkan ajaran dalam
konteks dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan, wajib
diubah. Bahkan, kewajiban itu adalah bagian penting dari kesadaran manusia.
Faktor penyebab lain yang menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan karena otoritas struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya,
bisa disebabkan oleh ulah segelintir orang di struktur pemerintahan yang
berlaku tidak adil. Kemiskinan yang diakibatkan oleh problem struktural disebut
“kemiskinan struktural”. Yaitu kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok
struktural untuk tujuan-tujuan politik tertentu. Persoalan kemiskinan,
kebodohan, dan keterbelakangan juga disebabkan karena tidak berfungsinya sistem
yang ada. Sebab orang-orang yang berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan
sesuai dengan posisinya. Akibatnya sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan
kacau. Kesalahan menempatkan orang tidak sesuai dengan kompetensinya (one man
in the wrong place) bisa mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Kondisi masyarakat Indonesia yang masih berkubang dalam kemiskinan, kebodohan,
dan keterbelakangan, jelas berseberangan dengan prinsip-prinsip fitrah manusia.
Fitrah manusia adalah hidup layak, berpengetahuan, dan bukan miskin atau bodoh.
Untuk mengentaskan masyarakat Indonesia dari kubangan kemiskinan, kebodohan,
dan keterbelakangan, pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis. Kebijakan
strategis tersebut membutuhkan suatu jalur yang dipandang paling efektif. Dalam
konteks inilah penulis berpendapat bahwa pendidikan merupakan satu-satunya
jalur paling efektif untuk mengentaskan seluruh problem sosial di Indonesia.
Meskipun persoalan kemiskinan bisa saja disebabkan karena struktur dan fungsi
struktur yang tidak berjalan, akan tetapi itu semua mengisyaratkan pada faktor
manusianya. Struktur jelas buatan manusia dan dijalankan oleh manusia pula.
Jadi, persoalan kemiskinan yang bertumpu pada struktur dan fungsi sistem jelas
mengindikasikan problem kesadaran manusianya. Dengan demikian, agenda terbesar
pendidikan nasional adalah bagaimana merombak kesadaran masyarakat Indonesia
agar menjadi kritis.
Mari kita berantas kemiskinan dan keterbelakangan, supaya bangsa ini bisa lebih
maju.
Kemiskinan adalah keadaan yang terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan yang dasar seperti makanan,pakaian,tempat tinggal,pendidikan
dan kesehatan,kemiskinan tersebut disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan
dengan perekonomian. Kemiskinan merupakan masalah global yang dapat terjadi
dimana pun,bahkan di negara maju pun bisa terjadi kemiskinan yang dapat
mengahdirkan kaum tuna wisma yang berkelana kesana kemari,kemiskinan dapat kita
lihat dari segi kondisi kolektif masyarakan atau kelompok orang orang tersebut.
Dari seluruh jumlah uang beredar di Indonesia hampir sekitar
70 persennya beredar di Jakarta. Namun kondisi ini ternyata dinilai tetap tidak
mampu mengatasi masalah kesenjangan, kemiskinan, kekumuhan, dan inefisiensi.
Hal itu antara lain disebabkan kegagalan penerapan konsep pembangunan trickle
down effect atau efek menetes ke bawah.
Bahkan, jika diperhitungkan dalam ukuran kemiskinian relatif, ibu kota RI itu
mencatat angka kemiskinan 41,31 persen(41,31%), atau yang terbesar di
Indonesia. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dihitung dengan
membandingkan pendapatan seseorang dengan rata- rata pendapatan seluruh
masyarakat di suatu wilayah.
Ukuran kemiskinan relatif dapat dijadikan salah satu indikator ketimpangan
pendapatan dalam masyarakat dan indikator hidup layak seperti warga lain di
lingkungan sekelilingnya. Kegagalan konsep pembangunan di Jakarta itu
dikemukakan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Susilo
Bambang Sulisto, di Jakarta, Rabu (27/2).
Ia menjelaskan dalam teori trickle down effect, setelah pertumbuhan tercapai,
akan ada “tetesan” yang diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat
kecil. Namun, industri skala besar untuk menyerap tenaga kerja serta
menciptakan rantai kemanfaatan lain justru terbatas sehingga kesejahteraan sulit
dicapai
Berikut adalah statistik kemiskinan per tahun di DKI Jakarta
:
Fokus utama dari pembangunan ekonomi baik di tingkat global
maupun di tingkat nasional telah menghadirkan isu penting tentang pertumbuhan
ekonomi, ketidakmerataan pendapatan, dan kemiskinan. Analisis tentang ketiga
hal yang saling berkaitan tersebut telah menjadi bahan perdebatan yang sangat
menarik terutama bagi para penentu kebijakan yang akan melakukan pemilihan
strategi kebijakan yang pantas untuk diterapkan.
Pemerintah DKI Jakarta telah banyak mengeluarkan kebijakan
program-program yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan.
Program-program tersebut antara lain adalah program beras miskin yang
memungkinkan bagi penduduk miskin untuk membeli beras dengan harga yang jauh
lebih murah dibandingkan dengan harga beras yang ada di pasar. Lalu ada juga
program bantuan operasional
sekolah (BOS) agar penduduk miskin dapat pemperoleh
pendidikan dasar yang layak.
Namun, jika dikaji dengan seksama, program-program terbebut cenderung berlaku
secara umum dan belum tertuju langsung pada penduduk miskin. Program-program
tersebut diberlakukan tanpa melihat adanya perbedaan masyarakat miskin dan yang
terjadi adalah program-program yang berjalan kurang efisien untuk mengurangi
kemiskinan. Sehingga perlu adanya integrasi dari faktor-faktor yang menyebabkan
kemiskinan yang kemudian perlu dilakukan studi terhadap faktor-faktor tersebut.
Penelitian ini akan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kemiskinan di DKI Jakarta. Setelah diketahui tentang
faktor-faktor tersebut, selanjutnya adalah menentukan program-program dan
kebijakan apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi keniskinan yang terjadi
di DKI Jakarta secara lebih efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di DKI Jakarta.
Dari hasil identifikasi tersebut dapat memberikan gambaran tentang program-program
dan kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemiskinan secara lebih
efisien.
Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel, maka variable
yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta adalah angka melek
huruf, laju pertumbuhan ekonomi, PDRB sektor industri, dan tenaga kerja sektor
industri. Pemerintah telah menjalankan banyak kebijakan dan program-program
dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Tetapi, program-program tersebut belum
efektif untuk mengurangi kemiskinan secara signifikan. Program-program yang
dijalankan masih berlaku secara umum dan belum mengena langsung pada sumber
penyebab kemiskinan. Sehingga yang terjadi adalah masih tingginya angka
kemiskinan di DKI Jakarta.
Pemerintah perlu menerapkan program-program yang langsung mengena pada sasaran
kemiskinan. Program-program tersebut antara lain: (i) pemberantasan buta huruf,
dapat dilakukan dengan program Keaksaraan Fungsional yang dilanjutkan dengan
Program Kejar Paket A B C, (ii) peningkatan pertumbuhan ekonomi, dapat
dilakukan dengan fokus pembangunan pada sektor kunci (leading sector)
yang ada di DKI Jakarta yang dilanjutkan dengan pemerataan distribusi
pendapatan dengan pengoptimalan pemungutan pajak dan penegakan hukum, dan (iii)
penciptaan iklim investasi, dengan memperbaiki sistem birokrasi, manajemen,
infrastruktur, pajak serta menciptakan input/sumber daya yang mendukung, high
return expectation, dan stabilitas ekonomi politik dalam negeri.
Keberhasilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menekan angka
kemiskinan selama empat tahun berturut-turut ternyata terpatahkan pada tahun
2011 ini. Angka kemiskinan kembali meningkat kembali menjadi 363.000 orang dari
total penduduk Jakarta yang saat ini mencapai 9,61 juta jiwa.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan bahwa pada tahun
2011 ini angka kemiskinan kembali meningkat sebesar 3,75 persen atau menjadi
363.000 orang dari jumlah angka kemiskinan pada tahun 2010 sebesar 312.000
orang.
“Memang pada tahun ini angka kemiskinan kembali meningkat.
Tapi, kami akan terus berupaya untuk menekan angka tersebut,” kata Foke, sapaan
akrab Fauzi Bowo, saat jumpa pers Catatan Akhir Tahun Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta di Balaikota, Jakarta, Jumat (30/12/2011).
Berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada
tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebanyak 405.000 orang dan turun menjadi
379.000 orang pada tahun 2008. Selanjutnya, pada tahun 2009 kembali turun ke
angka 323.000 dan terus menurun pada tahun 2010 menjadi 312.000 orang.
Menurut dia, angka kemiskinan di Jakarta kembali meningkat
karena didorong oleh peningkatan harga bahan kebutuhan pokok yang kian
melambung. Meningkatnya angka kemiskinan ini juga menjadi salah satu pemicu
tingginya angka kriminalitas di Ibu Kota.
“Peningkatan harga kebutuhan pokok ini mengakibatkan naiknya
angka kemiskinan di Jakarta. Untuk tahun depan, diharapkan tidak naik lagi,”
tuturnya.
Pengentasan Kemiskinan Belum Efektif
Sejumlah program pengentasan rakyat dari kemiskinan di DKI
Jakarta belum efektif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk
miskin di Ibu Kota meningkat dalam dua tahun terakhir, termasuk distribusi
pendapatan yang kian timpang antara yang kaya dan miskin. Program diharapkan
benar-benar menyasar rumah tangga sasaran.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penduduk miskin DKI
Jakarta mencapai 393.980 jiwa atau 3,92 persen dari jumlah penduduk 2014. Angka
itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah warga miskin pada 2013 yang
mencapai 354.200 jiwa atau 3,55 persen.
Pada September 2014, jumlah warga miskin tercatat 412.790
orang atau 4,09 persen, meningkat dibandingkan dengan Maret 2014 yang 393.980
orang atau 3,92 persen. Pada periode yang sama, yakni September 2013, jumlah
penduduk miskin 371.700 orang atau 3,72 persen.
Selain program yang belum efektif, situasi ekonomi yang
tumbuh melambat juga dituding sebagai salah satu pemicu. Inflasi sebesar 8,95
persen mendorong naiknya harga kebutuhan pokok. Garis kemiskinan, antara lain
dihitung dengan mempertimbangkan kebutuhan makanan minimum, naik dari Rp
434.322 per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp 459.569 per kapita
per bulan.
Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
DKI Jakarta Yurianto, pada rapat kerja daerah Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan DKI Jakarta di Balai Kota Jakarta, Kamis (6/8), menyebutkan, selain
jumlah penduduk miskin, rasio gini yang menunjukkan distribusi pendapatan juga
meningkat, yakni dari 0,364 pada 2013 menjadi 0,436 pada 2014. Artinya,
pendapatan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin semakin timpang.
Menurut Yurianto, kondisi ekonomi berpengaruh pada
penambahan angka kemiskinan. Pada triwulan II-2015, mengacu data BPS, ekonomi
Jakarta tumbuh 5,15 persen. Meski tumbuh, angka pertumbuhan ekonomi belum
sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017,
yakni 7,5-7,8 persen dan tingkat kemiskinan 3,2-3,5 persen.
Strategi
Menurut Yurianto, ada dua strategi makro yang diterapkan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menangani kemiskinan, yakni dengan memacu
pertumbuhan ekonomi dan menjaga tingkat konsumsi masyarakat miskin agar tidak
jatuh. Pertumbuhan ekonomi bisa didorong dengan meningkatkan investasi,
termasuk memperluas kesempatan kerja baru.
Pemprov DKI Jakarta juga menjaga kestabilan harga pangan
dengan mengamankan stok. Kerja sama dengan pemerintah daerah di Nusa Tenggara
Timur dan Lampung terkait pasokan daging sapi dan beras, misalnya, dimaksudkan
untuk mengamankan stok pangan di Ibu Kota.
Kepala Biro Organisasi dan Tata Pemerintahan DKI Jakarta
Irmansyah menambahkan, sejumlah strategi yang ditempuh untuk mempercepat
penanggulangan kemiskinan antara lain dengan mengurangi beban masyarakat
miskin, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, serta
mengembangkan usaha mikro dan kecil.
“Kemiskinan di kota punya ciri khas, antara lain mobile
(terus berpindah) dan sebagian adalah pendatang yang tinggal di bantaran
sungai, kolong jembatan, atau gerobak,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot
Saiful Hidayat.
Menurut Djarot, secara sosiologi ada dua pemicu kemiskinan,
yakni ketiadaan sumber daya berupa keterampilan, modal, dan pekerjaan serta
miskin karena ada hubungan sosial yang tak adil. Jakarta punya keduanya.
Pemprov DKI berharap bisa menekan ketimpangan dengan
sejumlah program, seperti membangun rumah susun bagi penghuni bantaran kali,
waduk, dan kolong jembatan. Ada pula bantuan pendidikan melalui Kartu Jakarta
Pintar.
Pemprov DKI juga merekrut sekitar 15.000 petugas prasarana
dan sarana umum (PPSU). Setiap kelurahan akan diisi 40-70 PPSU yang diutamakan
dari warga setempat dan akan dibayar setidaknya sebesar upah minimum provinsi.
Program ini diharapkan meningkatkan daya beli masyarakat miskin.
Penambahan dan perbaikan taman-taman publik diharapkan menjadi
ruang sosial sekaligus tempat rekreasi murah. Sejumlah persoalan yang dihadapi
warga, terkait keamanan, kesehatan, dan sanitasi, diatasi melalui sejumlah
kegiatan serta kerja sama dengan kepolisian.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar