Komunisme, sebelum melangkah lebih
lanjut saya ingin menjelaskan apa itu komunis, Komunisme adalah salah satu
ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi lainnya. Komunisme lahir sebagai
reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan
individu pemilik dan mengesampingkan buruh.Istilah komunisme sering
dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan
partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran
Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme-Leninisme”.
Dalam komunisme perubahan sosial
harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan
sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil
jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro
sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika
dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi “tumpul”
dan tidak lagi diminati.
Komunisme sebagai anti kapitalisme
menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal
atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai
oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi
demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme.
Secara umum komunisme sangat
membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang
membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Komunisme sebagai ideologi mulai
diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917.
Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan
ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah
Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.
Indonesia dan komunisme
Ada kemungkinan Indonesia menjadi
negara komunis andai saja PKI berhasil berkuasa di Indonesia. Namun hal
tersebut tidak menjadi kenyataan setelah terjadinya pelanggaran HAM super berat
dan pembantaian manusia secara sia-sia oleh tentara dan kelompok-kelompok agama
terhadap orang-orang yang dicurigai dan dituduh mempunyai hubungan dengan PKI
pada pertengahan tahun 1960-an. Hal ini juga membawa kesengsaraan luar biasa
bagi para warga Indonesia dan anggota keluarga yang dituduh komunis meskipun
belum tentu kebenarannya. Diperkirakan antara 500.000 sampai 2 juta jiwa
manusia dibantai di Jawa dan Bali setelah peristiwa Gerakan 30 September. Hal
ini merupakan halaman terhitam sejarah negara Indonesia.
Semenjak jatuhnya Presiden Soeharto,
aktivitas kelompok-kelompok Komunis, Marxis, dan haluan kiri lainnya mulai
kembali aktif di lapangan politik Indonesia, walaupun belum boleh mendirikan
partai karena masih dilarang oleh pemerintah.
Kematian komunisme
Banyak orang yang mengira
komunisme ‘mati’ dengan bubarnya Uni Soviet di tahun 1991. Namun Komunisme yang
murni belum pernah terwujud dan tak akan terwujud selama revolusi lahir dalam
bentuk sosialisme (USSR dan negara-negara komunis lainnya). Dan walaupun
komunis sosialis hampir punah, partai komunis tetap ada di seluruh dunia dan
tetap aktif memperjuangkan hak-hak buruh, pelajar dan anti-imperialisme.
Komunisme secara politis dan ekonomi telah dilakukan dalam berbagai komunitas,
seperti Kepulauan Solentiname di Nicaragua.
Partai Komunis Indonesia
Palu Arit sebagai
Lambang PKI dan semua partai komunis di seluruh dunia
Partai Komunis Indonesia (PKI)
adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya,
PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda
pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 dan dicap oleh
rezim Orde Baru ikut mendalangi pemberontakan G30S pada tahun 1965. Namun
tuduhan dalang PKI dalam pemberontakan tahun 1965 tidak pernah terbukti secara
tuntas, dan masih dipertanyakan seberapa jauh kebenaran tuduhan bahwa
pemberontakan itu didalangi PKI. Sumber luar memberikan fakta lain bahwa PKI
tahun 1965 tidak terlibat, melainkan didalangi oleh Soeharto (dan CIA). Hal ini
masih diperdebatkan oleh golongan liberal, mantan anggota PKI dan beberapa
orang yang lolos dari pembantaian anti PKI.
Latar belakang sejarah
Partai ini didirikan atas inisiatif
tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indisch
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia
Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua
partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP
(Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda.
Pada Oktober 1915 ISDV mulai
aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, “Het Vrije Woord” (Kata yang
Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak
menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang
anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi
Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal
dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas
dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917,
kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri,
yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917 ISDV mengeluarkan
penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, “Soeara Merdika”.
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV
yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti di
Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara
dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah “Pengawal
Merah” dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang.
Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah
pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk dewan soviet.
Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para
pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin
pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40
tahun.
ISDV terus melakukan kegiatannya,
meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah. Organisasi ini kemudian
menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda
dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam,
keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda
menjadi mayoritas orang Indonesia. Pada 1919, ISDV hanya mempunyai 25 orang
Belanda di antara anggotanya, dari jumlah keseluruhan kurang dari 400 orang
anggota.
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama
organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaun diangkat
sebagai ketua partai.
PKH adalah partai komunis pertama
di Asia yang menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili
partai ini pada kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920.
Pada 1924 nama partai ini sekali
lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada November 1926 PKI memimpin
pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat.
PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan
dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000
orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke boven
Digul, sebuah kamp tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan.
Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan
kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI
dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian
bergerak di bawah tanah.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI
berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya
yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Musso kembali dari pembuangan di Moskwa,
Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawh tanah. Namun
Musso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai
front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI
mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi
nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama kemudian berada di dalam
kontrol PKI.
Setelah pemerintahan Jepang menyerah
kalah kepada Tentara Sekutu pada 1945, PKI muncul kembali di panggung politik
Indonesia dan ikut serta secara aktif dalam perjuangan untuk merebut
kemerdekaan nasional. Banyak satuan-satuan bersenjata yang berada di bawah
kontrol ataupun pengaruh PKI. Meskipun milisi-milisi PKI memainkan peranan
penting dalam perlawanan terhadap Belanda, Soekarno khawatir bahwa semakin
kuatnya pengaruh PKI akhirnya akan mengancam posisinya. Lain daripada itu,
perkembangan PKI dirasakan sangat mengancam kelompok-kelompok kanan dalam dunia
politik Indonesia, maupun Amerika Serikat.
Peristiwa Madiun 1948
Pada Februari 1948 PKI dan unsur-unsur
kiri dari Partai Sosialis Indonesia membentuk sebuah front bersama, yaitu Front
Demokratis Rakjat. Front ini tidak bertahan lama, namun unsur-unsur kiri Psi
kemudian bergabung dengan PKI. Pada saat ini milisi-milisi Pesindo berada di
bawah kontrol PKI.
Pada 11 Agustus 1948 Musso
kembali ke Jakarta setelah mengembara selama 12 tahun di Uni Soviet. Politbiro
PKI dibentuk kembali, dengan pemimpinnya antara lain Dipa Nusantara Aidit, M.H.
Lukman dan Njoto.
Setelah penandatanganan Perjanjian
Renville (1948), banyak satuan-satuan bersenjata republiken yang kembali dari
daerah-daerah konflik. Hal ini memberikan rasa percaya diri di kalangan
kelompok sayap kanan Indonesia bahwa mereka akan mampu menandingi PKI secara
militer. Satuan-satuan gerilya dan milisi yang berada di bawah pengaruh PKI
diperintahkan untuk membubarkan diri. Di Madiun, sekelompok militer yang
dipengaruhi PKI yang menolak perintah perlucutan senjata tersebut dibunuh pada
bulan September tahun yang sama. Pembunuhan ini menimbulkan pemberontakan
bersenjata. Hal ini menimbulkan alasan untuk menekan PKI. Sumber-sumber militer
menyatakan bahwa PKI telah memproklamasikan pembentukan “Republik Soviet
Indonesia” pada 18 September 1948 dengan Musso sebagai presidennya dan Amir
Sjarifuddin sebagai perdana menterinya. Pada saat yang sama PKI menyatakan
menolak pemberontakan itu dan menyerukan agar masyarakat tetap tenang.
Pemberontakan ini ditindas oleh pasukan-pasukan republik, dan PKI kembali
mengalami masa penindasan. Pada 30 September Madiun berhasil dikuasai oleh
pasukan-pasukan Republik dari Divisi Siliwangi. Beribu-ribu kader partai
dibunuh dan 36.000 orang dipenjarakan. Di antara mereka yang dibunuh termasuk
Musso yang dibunuh pada 31 Oktober dengan alasan bahwa ia berusaha melarikan
diri dari penjara. Amir Sjarifuddin, tokoh Partai Sosialis Indonesia, pun
dibunuh pada peristiwa berdarah ini. Aidit dan Lukman mengungsi ke Republik
Rakyat Tiongkok. Namun PKI tidak dilarang dan terus berfungsi. Pada 1949 partai
ini mulai dibangun kembali.
Pada 1950, PKI memulai
kembali kegiatan penerbitannya, dengan organ-organ utamanya yaitu Harian Rakyat
dan Bintang Merah. Pada 1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis
di bawah pimpinan D.N. Aidit, dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis
dan anti Barat yang diambil oleh Presiden Soekarno. Adit dan kelompok di
sekitarnya, termasuk pemimpin-pemimpin muda seperti Sudisman, Lukman, Njoto dan
Sakirman, menguasai pimpinan partai pada 1951. Pada saat itu, tak satupun di
antara mereka yang berusia lebih dari 30 tahun. Di bawah Aidit, PKI berkembang
dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165
000 pada 1954 dan bahkan 1,5 juta pada 1959.
Pada Agustus 1951, PKI memimpin
serangkaian pemogokan militan, yang diikuti oleh tindakan-tindakan tegas
terhadap PKI di Medan dan Jakarta. Akibatnya, para pemimpin PKI kembali
bergerak di bawah tanah untuk sementara waktu.
Pemilu 1955
Pada pemilu 1955, PKI menempati tempat
keempat dengan 16% dari keseluruhan suara. Partai ini memperoleh 39 kursi (dari
257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di Dewan Konstituante.
Perlawanan terhadap kontrol
Belanda atas Papua merupakan masalah yang seringkali diangkat oleh PKI selama
tahun 1950-an.
Pada Juli 1957, kantor PKI di Jakarta
diserang dengan granat. Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan
dalam pemilihan-pemilihan di kota-kota. Pada September tahun yang sama, Masjumi
secara terbuka menuntut supaya PKI dilarang.
Pada 3 Desember, serikat-serikat buruh,
yang pada umumnya berada di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai
perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas
perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan melawan para
kapitalis asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah
partai nasional.
Pada Februari 1958 terjadi sebuah upaya
kudeta yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pro Amerika Serikat di kalangan
militer dan politik sayap kanan. Para pemberontak, yang berbasis di Sumatra dan
Sulawesi, mengumumkan pada 15 Februari terbentuknya Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang disebut revolusioner ini segera
menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang berada di bawah kontrol
mereka. PKI mendukung upaya-upaya Soekarno untuk memadamkan pemberontakan ini,
termasuk pemberlakuan Undang-Undang Darurat. Pemberontakan ini pada akhirnya
berhasil dipadamkan.
Pada 1959 militer berusaha menghalangi
diselenggarakannya kongres PKI. Namun demikian, kongres ini berlangsung sesuai
dengan jadwal, dan Presiden Soekarno sendiri menyampaikan sambutannya. Pada 1960,
Soekarno melancarkan slogan Nasakom, yang merupakan singkatan dari
Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian peranan PKI sebagai mitra
dalam politik Soekarno dilembagakan. PKI membalasnya dengan menanggapi konsep
Nasakom secara positif, dan melihatnya sebagai sebuah front bersatu yang
multi-kelas.
Meskipun PKI mendukung Sukarno, ia tidak
kehilangan otonomi politiknya. Pada Maret 1960, PKI mengecam penanganan
anggaran yang tidak demokratis oleh Soekarno. Pada 8 Juli 1960, Harian Rakjat
memuat sebuah artikel yang kritis terhadap pemerintah. Para pemimpin PKI
ditangkap oleh militer, namun kemudian dibebaskan kembali atas perintah
Soekarno.
Ketika gagasan tentang Malaysia
berkembang, PKI maupun Partai Komunis Malaya menolaknya.
Dengan berkembangnya dukungan dan
keanggotaan yang mencapai 3 juta orang pada 1965, PKI menjadi partai komunis
terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. Partai itu mempunyai basis yang kuat dalam
sejumlah organisasi massa, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh
Indonesia), Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga
Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Himpunan Sarjana Indonesia (HSI). Menurut
perkiraan, seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada di
bawah payungnya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Pada Maret 1962, PKI bergabung dengan
pemerintah. Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkat menjadi menteri
penasihat. Pada bulan April, PKI menyelenggarakan kongres partainya. Pada 1963,
pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filipina terlibat dalam pembahasan tentang
pertikaian wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan sebuah Konfederasi
Maphilindo, sebuah gagasan yang dikemukakan oleh presiden Filipina, Diosdado
Macapagal. PKI menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan federasi Malaysia.
Para anggota PKI yang militan menyeberang masuk ke Malaysia dan terlibat dalam
pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Britania dan Australia. Sebagian
kelompok berhasil mencapai Malaya, lalu bergabung dalam perjuangan di sana.
Namun demikian, kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba. Kebanyakan dari
satuan-satuan tempur PKI aktif di wilayah perbatasan di Kalimantan.
Pada Januari 1954, PKI mulai
menyita hak milik Britania kepunyaan perusahaan-perusahaan Britania di
Indonesia.
Dengan alasan ‘keterlibatan PKI
dalam G30S’, partai ini dilarang oleh Pangkopkamtib Soeharto pada tanggal 12
Maret 1966, setelah mendapat Surat Perintah Sebelas Maret dari Presiden Soekarno.
Setelah itu bermula sebuah
sejarah hitam bangsa Indonesia di mana ribuan orang tak bersalah terutama di
pulau Jawa dan Bali dibantai secara
sia-sia karena dituduh komunis.
Menurut beberapa sumber antara
500.000 jiwa sampai 2 juta jiwa tewas dibunuh. Ribuan lainnya mendekam di
penjara atau dibuang ke pulau Buru.
Sebuah upaya rekonsiliasi dan rehabilitasi
yang diprakarsai oleh (mantan) presiden Gus Dur, ketika ia masih menjabat
sebagai presiden diprotes beberapa partai, terutama yang berlatar belakang
agama di Indonesia. Usul rekonsiliasi oleh Gus Dur telah membuka kesempatan
bagi orang-orang yang masih percaya pada ideologi berhaluan kiri untuk kembali
aktif dalam politik Indonesia
Kesimpulan yang bisa saya dapat
adalah : indonesia adalah negara pancasila, jika menggunakan sistem komunis ,PKI
adalah ateisme ,paham yang tidak mengakui adanya tuhan, maka dari itu kita
sebagai pelajar harus mengetahui sejarah komunis agar kita tahu masa lalu hitam
yang pernah di lalui oleh negara kita, jangan sampai terulang kembali.
Komentar
Posting Komentar